Jumat, 26 Desember 2008

Menagih Janji Kesehatan Gratis

*Kisah Salmawati, 6, Menghadapi Serangan Hydrocepalus
Menderita Sejak Usia Empat Bulan

(Dipublikasikan Harian Fajar, 9-10 September 2008)

PERIH, itu yang dirasakan Suardi Dg Juma, 40 dan istri Sahara Dg Ngani, 35. Mereka tak mampu berbuat apa-apa pada kondisi buah hatinya, Salmawati. Bocah berusia enam tahun yang kini terbaring lemah, akibat serangan hydrocepalus yang menggerogoti kepalanya sejak berusia empat bulan.

OLEH : Mimi Rosmini

Tak pernah dibayangkan Suardi Dg Juma dan juga Sahara Dg Ngani, bahwa puteri keduanya akan mengalami penyakit hydrocepalus. Sebab di awal kelahiran Salmawati, tidak ada tanda-tanda aneh yang muncul.
"Anakku lahir normal, berat badannya cukup, sepertiji kakaknya, begitu juga adeknya," tutur Sahara Dg. Ngani ditemui di kediamannya, Sabtu 6 September, pekan lalu.
Perubahan pada kondisi kepala Salmawati baru muncul ketika dia berusia empat bulan. Ketika itu, menurut Sahara, Salmawati panas tinggi selama tiga hari, tanpa penyebab yang diketahui pasti.
"Kukira panas badan biasa, jadi diobati secara kampungji," ujar Sahara dengan matanya yang mulai berkaca-kaca. Setelah panas tinggi tiga hari, kepala Salmawati kemudian berubah menjadi lembek. "Mulai dari situmi kepalanya Salma mulai membesar, dan semakin besar setiap hari," ucap Sahara. Kali ini satu tetes air mata mulai mengalir di pipinya.
Menurut Sahara, dia sempat membahwa ke puskesmas di Makassar, tapi dia diarahkan untuk membahwa Salma ke RSU Wahidin. "Tapi tidak ke sanaka, karena kupikir tidak cukup uang," kata Suardi.
Dia memutuskan itu bukan lantaran pelit terhadap biaya berobat anaknya, namun karena memang ia tidak mampu. Suardi Dg. Juma adalah seorang buruh bangunan, dengan penghasilan Rp 29 ribu per hari. Sementara Sahara hanyalah seorang buruh rumah tangga serabutan.
"Pendapatan per hari habis digunakan untuk makan, dan membiayai kebutuhan lain saudaranya Salma," papar Suardi, yang turut meneteskan air mata.
Di tengah kepasrahan Suardi dan Sahara, ada secercah harapan datang untuk kesembuhan anaknya. Camat Pattallassang, Muh Fajaruddin, adalah salah satu yang proaktif menindaklanjuti kabar penderitaan Salmawati dari masyarakat setempat. Fajaruddin yang dibantu Kepala Puskesmas Pattallassang, H Badollahi Rapi, SKM, MM, Salmawati akhirnya mendapat sentuhan medis.

HARAPAN untuk kesembuhan Salmawati, 6 tahun, terbersit di hati orangtuanya, setelah Camat Pattallassang dan juga kepala puskesmas setempat memberi perhatian.Namun harapan itu kembali pupus, setelah operasi batal dilaksanakan lantaran tak mampu memenuhi biaya operasi sekitar Rp 10 juta.

Suardi dan Sahara mengaku sangat bersyukur juga berterimakasih pada Camat dan juga kepala puskesmas setempat yang telah membantu, dan memberi perhatian, hingga Salmawati dirujuk ke RSU Syekh Yusuf sekitar pukul 20.00 Wita pada 23 Agustus lalu.

"Saat itu, saya sangat berharap tinggi, anakku bisa sembuh dari penyakitnya," kata Suardi. Namun baru saja Salmawati tiba di RSU Syekh Yusuf, diturunkan dari ambulans dan dibaringkan di Unit Gawat Darurat (UGD), pihak rumah sakit malah langsung menyuruh Suardi dan keluarganya membawa Salmawati ke RSU Wahidin Sudirohusodo.

Saat itu Suardi mengaku naik pitam. Mengomel dan mengancam rumah sakit untuk menelepon Bupati Gowa, Ichsan Yasin Limpo atas perlakuan yang diterimanya.
"Memangnya kalau orang miskin tidak bisa dilayani, saya telepon itu bupati," ujarnya, menggulang perkataan ketusnya pada salah satu staf RS Syekh Yusuf.

Setelah itu, barulah Salmawati mendapat tindakan medis. "Barumi anakku diimpus, baru kemudian dimasukkan di perawatan 2 kelas 3.A sekitar pukul 09.00 Wita besok paginya," ucap Suardi.

Meski diketahui tidak mampu, kata Suardi, pihak rumah sakit kemudian masih memintanya membayar Rp 107.000 untuk semua tindakan medis yang didapatkan Salmawati. Namun karena tidak memiliki dana, Suardi kemudian meminta Pak Camat Pattallassang untuk membantu kembali.

"Sudahpi datang Pak Camat membesuk, baru kami tidak ditagih lagi. Katanya Pak Camat kami sudah punya SKTM (surat keterangan tidak mampu, red) dari desa, jadi perlu membayar," papar Sahara.

Dari tindakan medis di RS Syekh Yusuf, akhirnya, Salmawati dirujuk ke RSU Wahidin dengan ambulans milik RS Syekh Yusuf. Tetapi perjalanan mereka tidak mulus. Meski punya SKTM, pihak RS Syekh Yusuf meminta dana Rp 80 ribu sebagai ongkos transportasi.

"Karena memang saya tidak punya, diminta Rp 80 ribu, saya cuma bayar Rp 30 ribu," lugasnya.

Harapan untuk sembuh bagi Salmawati kembali dipupuk Suardi dan Sahara, setelah mendapat pelayanan yang baik dari RSU Wahidin Sudirohusodo. Menurut Suardi, setelah beberapa kali diperiksa, Salmawati dijadwalkan dioperasi Jumat 29 Agustus, dengan estimasi biaya sekitar Rp 8 juta. Tetapi kembali gagal karena tidak ada dana.

"Kami bisa bilang apa, menunggu saja uluran tangan dermawan. Kami orang miskin. Karena menurut Pak Camat, mereka sedang menghimpun dana bantuan," lugas Sahara.

Sampai tanggal 31 Agustus, dana belum juga terkumpul. Sementara RSU Wahidin kembali menjadwalkan operasi Salmawati 1 September. Lagi-lagi harus kandas, sebab masih juga belum ada dana. Sabar dan terus bersabar, hanya itu yang dilakukan Suardi sekeluarga.

Hingga akhirnya kesabaran itu benar-benar kandas, setelah sampai Sabtu, 6 September, mereka belum juga mendapat bantuan dana untuk biaya operasi. Suardi dengan nada pesimis bahkan meminta janji Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo tentang kesehatan gratis.

"Manami itu janji kesehatan gratis dari Pak Gubernur," lugasnya. Berbalut sedih yang mendalam, Suardi dan Sahara akhirnya menyerah. Mereka membawa kembali Salmawati pulang ke rumahnya yang berukuran 5x4 meter persegi.

"Belum ada rezeki. Meski begitu kami sangat berterima kasih pada Pak Camat, kepala puskesmas dan juga semua pihak yang telah membantu. Kami juga masih mengharap bantuan dari para dermawan, kiranya anakku bisa benar-benar dioperasi dan sembuh," harap Sahara, seraya menahan isakan tangisnya.(mimi.naval@gmail.com)

Tidak ada komentar: